Di setiap pagi aku selalu memandangi sepasang merpati putih kesayanganku di balik jendela kamar, mereka terlihat begitu bahagia seolah–olah bernyanyi untuk membangunkanku yang biasanya masih terlelap tidur. “Merpati….ayo sarapan dulu nak!” suara ibu yang lembut memanggilku di balik pintu kamar, aku pun bergegas keluar kamar, ibu hanya tersenyum melihat penampilanku yang baru bangun tidur. Hampir setiap pagi aku menikmati sarapan bersama ibu walaupun ayah tidak lagi dapat menemani kebersamaan kami, namun aku percaya bahwa ayah sudah bahagia di suatu tempat yang indah. Ibuku adalah wanita yang masih terlihat cantik walaupun ia sudah berusia 40 tahun, berbadan langsing dan berkulit putih, ia adalah seorang wanita karir yang sukses, namun ibu tidak pernah menerima laki-laki yang ingin menjadi suaminya, ibuku bilang tidak ada yang bisa menggantikan posisi ayah sampai kapanpun, aku mengerti akan hal itu namun terkadang aku tidak tega melihat ibu yang selalu bersedih mengingat ayah setiap malam, mungkin saja kecelakaan yang telah merenggut nyawa ayah satu tahun yang lalu masih berbekas di hati ibu. Sejak kematian ayah ibu seringkali bertingkah aneh, aku sering melihat ibu menangisi ayah, menghiasi kamar ibu dengan foto-foto ayah, bahkan ibu sering berteriak-teriak di tengah malam karena bermimpi buruk namun setiap kali aku bertanya mengenai keadaan ibu, ibu hanya menggeleng saja bahkan dia tidak pernah mau menceritakan kronologis kecelakaan itu padaku.
Suatu hari ibu mengajakku jalan-jalan ke kebun binatang yang kebetulan tidak terlalu jauh dari rumah, aku sempat menolak untuk pergi ke tempat itu karena takut ibu bersedih walaupun sebetulnya aku sangat senang menghabiskan hari mingguku bersama ibu, namun ibu memaksaku dan mengatakan padaku bahwa dia sudah lama tidak pergi ke kebun binatang itu. Setibanya di kebun binatang wajah ibu terlihat begitu bahagia, ekspresi yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya karena kebun binatang ini adalah tempat pertama kali ayah melamar ibu, “melamar di kebun binatang, unik juga” gumanku dalam hati. Kemudian ibu mengajaku duduk di sebuah kursi dekat sebuah pohon yang rindang, ibu mencoba mengingat lagi memorinya bersama ayah di sini, ibu sangat antusias setiap kali bercerita tentang ayah, aku tertawa sendiri sambil menghibur ibu dengan sedikit menggoda ibu.
Suatu hari ibu mengajakku jalan-jalan ke kebun binatang yang kebetulan tidak terlalu jauh dari rumah, aku sempat menolak untuk pergi ke tempat itu karena takut ibu bersedih walaupun sebetulnya aku sangat senang menghabiskan hari mingguku bersama ibu, namun ibu memaksaku dan mengatakan padaku bahwa dia sudah lama tidak pergi ke kebun binatang itu. Setibanya di kebun binatang wajah ibu terlihat begitu bahagia, ekspresi yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya karena kebun binatang ini adalah tempat pertama kali ayah melamar ibu, “melamar di kebun binatang, unik juga” gumanku dalam hati. Kemudian ibu mengajaku duduk di sebuah kursi dekat sebuah pohon yang rindang, ibu mencoba mengingat lagi memorinya bersama ayah di sini, ibu sangat antusias setiap kali bercerita tentang ayah, aku tertawa sendiri sambil menghibur ibu dengan sedikit menggoda ibu.
“ibu dulu pas masih pacaran suka mesra-mesraan yah sama ayah?hihihi” ibu tersenyum mendengar pertanyaanku ia hanya mengangkat bahunya, kemudian mencoba mengalihkan ke hal yang lain.
“Merpati, coba lihat harimau-harimau itu mereka lucu kan?” ibu mengarahkan jari telunjuknya pada sebuah kandang yang penuh dengan kumpulan harimau sumatera,
“aduh ibu apanya yang lucu sih, yang ada serem kali bu” aku hanya menggeleng-gelengkan kepala.
“bagaimana kalau kumpulan burung di sebelah sana, bu?” aku menunjukan ibu berbagai macam burung di sebuah kandang, kemudian wajah ibu berubah murung aku mengerutkan dahiku “lho bu, ada apa?” aku bertanya pada ibu dengan perasaan sedikit bersalah, ibu menjawab pertanyaanku dengan mata berkaca-kaca “kamu tau nak, ayah lah yang memberikanmu nama ‘Merpati’, dia mengatakan pada ibu kalau kamu secantik burung merpati dengan kulitmu yang putih dan lembut”. Aku terdiam sesaat mendengar pernyataan ibu, kemudian aku memeluk ibu dengan hangat dan mencoba menenangkannya yang mulai terlihat menangis.
Sejak saat itu, anehnya ibu justru tidak terlihat sedih lagi, akhir-akhir ini ibu juga sering pulang malam aku bahkan tidak sempat berbicara pada ibu di pagi hari, dia mulai terlihat sibuk bahkan ibu mengatakan padaku kini dia harus bekerja di hari minggu, ini adalah hal yang tidak biasa dia tidak pernah bekerja di hari minggu dan aku pikir hari minggu adalah hari untukku hari yang biasanya kami habiskan bersama. Karena kecurigaanku terhadap ibu, aku memutuskan untuk tidak kuliah dan mengikuti ibu ke kantor tapi sepanjang perjalanan dan sesampainya di kantor tidak ada hal yang mencurigakan, akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke rumah dan kembali ke kantor ibu di sore hari, akan tetapi lagi-lagi aku tidak menemukan hal yang aneh dari aktifitas yang ibu lakukan “mungkin aku harus membuntuti ibu di hari minggu” rencanaku dalam hati.
Ibu sudah bersiap-siap untuk pergi di pagi hari, dia terlihat begitu cantik aku sangat terkejut ketika melihat ibu mengenakan sebuah gaun putih yang dulu dibelikan ayah untuk ibu sebagai hadiah di hari ulang tahun ibu. Aku ingin mencegah ibu pergi akan tetapi aku memutuskan untuk mengikuti ibu saja, aku sangat khwatir ketika ibu mengendarai mobilnya dengan cepat, aku memakai taksi agar ibu tidak mengetahui keberadaanku. Aku mengikuti ibu ke tempat yang tidak asing bagiku, kebun binantang itu lagi, aku sempat bertanya-tanya kenapa ibu tidak mengajaku ke tempat ini. Aku mengikuti ibu sampai ke dalam kebun binatang, ibu duduk disebuah kursi yang biasa kami duduki bersama, kursi yang memiliki memori indah dengan ayah, kemudian ibu mengeluarkan foto ayah dari dalam tasnya dan menaruhnya di sisi sebelah tubuhnya, kemudian ibu mengambil kue kecil dengan lilin angka 13 di atasnya, aku yang menyaksikan pemandangan itu langsung terhenyak aku tak kuasa menahan rasa sedihku, hatiku terasa sakit melihat tingkah ibu aku melihat ibu tersenyum bahagia sambil menciumi foto ayah dan mengucapkan selamat hari ulang tahun pernikahan sambil memakan kue dan bercanda-canda dengan sebuah foto, aku bahkan tidak bisa membendung tangisanku ketika ibu mengeluarkan sebuah hadiah dari tasnya, aku tidak sanggup melihat semua yang ibu lakukan aku ingin menghampiri ibu dan memeluknya tapi aku tidak ingin merusak suasana, di satu sisi aku merasa kagum pada ibu karena walaupun ayah sudah tidak ada ibu ternyata masih menyimpan perasaan sedalam itu pada ayah tapi di sisi lain aku merasa ibu sudah berlebihan. Tak lama kemudian ibu berdiri dan meninggalkan kebun binatang dengan wajah sangat gembira aku segera bergegas pulang sebelum ibu mengetahui keberadaanku, dengan perasaan sedih aku menangis sepanjang jalan. Sejak kejadian itu, semakin hari keadaan ibu semakin memburuk aku sangat bingung dan khawatir aku belum berani bertanya apa-apa aku tidak ingin menyakiti hati ibu,
Ibu sudah bersiap-siap untuk pergi di pagi hari, dia terlihat begitu cantik aku sangat terkejut ketika melihat ibu mengenakan sebuah gaun putih yang dulu dibelikan ayah untuk ibu sebagai hadiah di hari ulang tahun ibu. Aku ingin mencegah ibu pergi akan tetapi aku memutuskan untuk mengikuti ibu saja, aku sangat khwatir ketika ibu mengendarai mobilnya dengan cepat, aku memakai taksi agar ibu tidak mengetahui keberadaanku. Aku mengikuti ibu ke tempat yang tidak asing bagiku, kebun binantang itu lagi, aku sempat bertanya-tanya kenapa ibu tidak mengajaku ke tempat ini. Aku mengikuti ibu sampai ke dalam kebun binatang, ibu duduk disebuah kursi yang biasa kami duduki bersama, kursi yang memiliki memori indah dengan ayah, kemudian ibu mengeluarkan foto ayah dari dalam tasnya dan menaruhnya di sisi sebelah tubuhnya, kemudian ibu mengambil kue kecil dengan lilin angka 13 di atasnya, aku yang menyaksikan pemandangan itu langsung terhenyak aku tak kuasa menahan rasa sedihku, hatiku terasa sakit melihat tingkah ibu aku melihat ibu tersenyum bahagia sambil menciumi foto ayah dan mengucapkan selamat hari ulang tahun pernikahan sambil memakan kue dan bercanda-canda dengan sebuah foto, aku bahkan tidak bisa membendung tangisanku ketika ibu mengeluarkan sebuah hadiah dari tasnya, aku tidak sanggup melihat semua yang ibu lakukan aku ingin menghampiri ibu dan memeluknya tapi aku tidak ingin merusak suasana, di satu sisi aku merasa kagum pada ibu karena walaupun ayah sudah tidak ada ibu ternyata masih menyimpan perasaan sedalam itu pada ayah tapi di sisi lain aku merasa ibu sudah berlebihan. Tak lama kemudian ibu berdiri dan meninggalkan kebun binatang dengan wajah sangat gembira aku segera bergegas pulang sebelum ibu mengetahui keberadaanku, dengan perasaan sedih aku menangis sepanjang jalan. Sejak kejadian itu, semakin hari keadaan ibu semakin memburuk aku sangat bingung dan khawatir aku belum berani bertanya apa-apa aku tidak ingin menyakiti hati ibu,
“Merpati..?kamu ko ngelamun?” ibu memegang bahuku dari arah belakang, aku sangat terkejut sampai terbata-bata menjawab pertanyaan ibu
“ngg…ngg..nggak apa-apa ko bu”
“ya udah kalau ga apa-apa ayo cepet sarapan dulu, kamu kan harus kuliah”
“baik bu..”
“ibu siapin teh manis dulu yah”
“bu tunggu,..”
“ya?”
“bu aku ngerti ibu masih sedih atas kepergian ayah, tapi tolong bu jangan bersikap kaya gini”
“maksud kamu apa?kaya gini apa Merpati?”
“Bu maaf, tapi aku lihat ibu pas hari minggu di kebun binatang”
“apa?jadi kamu ngikutin ibu?”
Aku hanya mengangguk, mata ibu mulai berkaca-kaca dia pergi meninggalkanku tanpa mengucapkan apa-apa lagi aku mengejar ibu ke kamar, akan tetapi ibu mengunci pintu kamarnya dan aku mulai sedikit kesal,
“ibu sadar dong bu, sikap ibu tuh udah berlebihan ingat bu ayah tuh udah nggak ada”
“ibu jawab bu?”
"ibuuuuu...."
"buuuuuuuuuuu...."
"ibuuuuu...."
"buuuuuuuuuuu...."
“ya udah kalau ibu nggak mau jawab, Merpati mau pergi kuliah”
Aku tidak mendapatkan jawaban apa pun dari balik kamar, aku sangat marah dan kesal dengan sikap ibu akan tetapi aku juga menjadi semakin khawatir dengan kondisi kejiwaan ibu, tapi aku harus kuliah dan mungkin harus membiarkan ibu sendiri.
Di kelas aku merasa tidak nyaman, perasaanku benar-benar tidak enak, aku memutuskan untuk izin kepada dosen dengan alasan sakit. Aku segera memeriksa kamar ibu, namun ibu sudah tidak ada kemudian aku mulai merasa sangat khawatir dan mendatangi kantor ibu akan tetapi ibu tidak masuk kerja, aku bahkan sampai ke kebun binatang namun ibu pun tidak ada di sana, perasaanku semakin gundah saja aku benar-benar merasa bersalah telah bersikap tidak baik pada ibu tadi pagi, aku berusaha untuk menelepon ibu tapi handphonenya tidak aktif.
“ya Allah di mana ibuku? lindungi lah dia Tuhanku” aku terus berdoa di sepanjang perjalanan, kemudian aku teringat satu tempat yang mungkin akan dikunjungi ibu, aku pun segera bergegas kesana, aku hampir menabrak orang karena mengemudikan motor terlalu cepat aku tidak tahu dengan apa yang kurasakan saat ini, ibu adalah satu-satunya yang kumiliki saat ini aku tidak ingin terjadi apa-apa dengan ibu. Mobil warna hitam milik ibu terparkir di pinggir jalan dekat sebuah jurang tepat di mana ayah kecelakaan, aku mencoba membuka kaca jendela mobil dan melihat ke sekeliling ternyata ibu berdiri di pinggir jurang sambil berlutut dan menangis aku memanggil dan menghampiri ibu perlahan.
“ibuu…?iibu tidak apa-apa?ayo kita pulang bu,”
Ibu tidak menjawab panggilanku bahkan ibu tidak menoleh sedikitpun aku pun segera memeluk ibu dan meminta maaf, kemudian ibu berdiri dan bercerita padaku kronologis kejadian saat ayah kecelakaan.
***
Di suatu malam ketika ulang tahun pernikahan ayah dan ibu yang ke 12, ayah mengajak ibu makan malam di luar, aku membiarkan mereka pergi berdua saja karena pesta di rumah sudah usai. Ayah adalah pria yang sangat romantis, dia begitu mencintai ibu begitupun dengan ibu, mereka layaknya pasangan yang baru saja menikah padahal mereka berpacaran sejak masih SMA dan menikah ketika mereka sudah menyelesaikan kuliah, aku melihat banyak foto-foto mereka yang begitu mesra, aku bahkan terkadang merasa iri karena aku tidak pernah berpacaran serius, dan memang sampai saat ini aku belum menemukan sosok laki-laki yang seperti ayah. Ayah mengajak ibu makan malam di sebuah restoran dekat pantai, ayah paling tahu bahwa ibu adalah wanita yang sangat menyukai alam dan keindahan. Ayah mencium kening ibu dan memberikan sebuah hadiah untuk ibu,
“Hanna..,aku punya hadiah untukmu” ibu sudah terlihat tidak sabar dengan hadiahnya kali ini, namun ayah tiba-tiba menjadi kebingungan, ayah mengatakan pada ibu kalau hadiahnya sepertinya tertinggal di rumah, ibu menghela nafas panjang dan terlihat agak kesal, ayah sempat mengatakan pada ibu kalau hadiahnya akan diberikan di rumah saja namun ibu tetap memaksa agar ayah mengambilnya ke rumah, akhirnya ayah pulang untuk mengambil hadiah yang tertinggal. Ketika di perjalanan, ayah yang berusaha dengan cepat mengemudikan mobilnya tidak dapat menghindari lubang besar dan kemudian mobilnya terperosok ke jurang seketika itu juga ayah meninggal di tempat kejadian, ibu yang tidak mengetahui hal itu tetap menunggu dengan sabar sampai akhirnya sekitar satu jam ibu menunggu ayah tak kunjung kembali, ibu mulai khawatir dan menelepon ayah berkali-kali namun handphonenya tidak aktif sampai akhirnya ibu menelepon aku, aku mengatakan bahwa ayah tidak pulang ke rumah akan tetapi ayah meninggalkan sebuah cincin berlian di kotak warna merah berbentuk hati, ibu terdiam dan langsung mematikan handphonenya, aku pun menjadi kebingungan. Kemudian ibu memutuskan untuk pulang namun ketika di perjalanan ibu melihat ada mobil ayah yang dievakuasi dan dikerumuni banyak orang dan terlihat sesosok tubuh yang dikenalnya telah berlumuran darah, ibu kemudian pingsan dan dibawa ke rumah sakit terdekat.
---------------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------------------------------
Mendengar cerita ibu tersebut seketika itu aku menangis, jantungku berdebar kencang darahku seolah terhenti aku bisa merasakan sakit seperti yang ibu rasakan, aku memeluk ibu dengan sangat erat ibu kemudian terdiam sampai akhirnya ibu pingsan di pelukanku, aku yang panik segera menelepon ambulance dan membawa ibu ke rumah sakit, dokter mengatakan ibu kelelahan dan terkena shock berat sampai-sampai harus di infus, dengan air mata yang masih mengalir aku tetap bersabar menunggu ibu, semua keluargaku berdatangan nenek, kakek, paman, bibi semuanya berkumpul menjenguk ibu, nenek menyuruhku beristirahat namun aku hanya ingin menemani ibu saja. Keesokan harinya ketika ibu siuman, aku masih terlelap tidur ibu mengusap kepalaku dan mencium keningku, aku terbangun dan memeluk ibu, ibu mengatakan padaku bahwa keadaanya sudah membaik karena aku masih khawatir aku memutuskan untuk memanggil dokter dan memastikan keadaan ibu. Tidak berapa lama kemudian seorang dokter yang tampak begitu gagah datang ke ruangan dengan senyum yang lembut, kemudian dia menyapa ibu dengan hangat dan ibu membalasnya dengan senyuman manis, dokter mengatakan ibu harus tetap dirawat sampai kondisi ibu pulih setidaknya membutuhkan waktu tiga hari lagi, aku pun mengiyakan.
Setiap sore aku menjenguk ibu di rumah sakit setiap itu pula aku melihat ibu ditemani dokter yang biasa merawat ibu, ibu terlihat begitu bahagia wajahnya tampak berseri dan bercahaya, aku sempat berpikir mungkinkah ibu mulai membuka hatinya, tapi yang terpenting bagiku adalah ibu mulai pulih dan bisa bahagia seperti sedia kala.
Setiap sore aku menjenguk ibu di rumah sakit setiap itu pula aku melihat ibu ditemani dokter yang biasa merawat ibu, ibu terlihat begitu bahagia wajahnya tampak berseri dan bercahaya, aku sempat berpikir mungkinkah ibu mulai membuka hatinya, tapi yang terpenting bagiku adalah ibu mulai pulih dan bisa bahagia seperti sedia kala.
Ketika ibu sudah bisa pulang aku mempersiapkan kejutan untuk ibu, aku menyiapkan beberapa rangkaian bunga mawar putih kesukaan ibu, beberapa hiasan kecil dan merpati-merpati kecil yang ku tambah jumlahnya menjadi sepuluh pasang mereka berterbangan bebas di halaman rumah menyambut kedatangan ibu ke rumah, ibu tersenyum dan memeluku.
Sepulang dari rumah sakit ibu benar-benar berubah ibu terlihat lebih bahagia, bahagia yang benar-benar bahagia apalagi kini aku tau ibu sudah mulai membuka hatinya, ternyata dokter itu memberikan warna berbeda bagi kehidupan ibu, ibu bercerita padaku bahwa dokter itu bernama Ervan, pria berusia empat puluh tahun yang telah bercerai dengan istrinya dan mempunyai satu anak laki-laki yang juga seumuran denganku. Ibu mengatakan padaku bahwa mereka sering mengobrol tentang arti kehidupan dan kesabaran dan dokter Ervan adalah seseorang yang religius yang mampu membuka mata dan hati ibu untuk kembali melihat dunia. Mendengar apa yang ibu ceritakan tentang dokter itu, aku hanya mengangguk aku berpikir apa yang telah dokter itu katakan sampai ibu berubah secepat ini, tapi yang terpenting bagiku adalah ibu bahagia.
Seiring berlalunya waktu dokter itu ternyata menyukai ibu dan ingin memulai hubungan serius, dan ibu pun sepertinya menyambut hangat dokter Ervan, walaupun terkadang aku masih melihat ada keraguan dihatinya. Aku akan bahagia apabila ibu bahagia aku mengatakan pada ibu bahwa membuka lembaran kehidupan baru bukan berarti melupakan ayah, ayah memang tidak tergantikan posisinya di hatiku maupun di hati ibu, aku yakin kenangan lama itu akan tetap hidup dengan membuka hati ibu untuk memulai kenangan yang baru, kemudian ibu mengangguk dan memelukku dan berbisik padaku dengan lembut “terimakasih Merpati”.
Sepulang dari rumah sakit ibu benar-benar berubah ibu terlihat lebih bahagia, bahagia yang benar-benar bahagia apalagi kini aku tau ibu sudah mulai membuka hatinya, ternyata dokter itu memberikan warna berbeda bagi kehidupan ibu, ibu bercerita padaku bahwa dokter itu bernama Ervan, pria berusia empat puluh tahun yang telah bercerai dengan istrinya dan mempunyai satu anak laki-laki yang juga seumuran denganku. Ibu mengatakan padaku bahwa mereka sering mengobrol tentang arti kehidupan dan kesabaran dan dokter Ervan adalah seseorang yang religius yang mampu membuka mata dan hati ibu untuk kembali melihat dunia. Mendengar apa yang ibu ceritakan tentang dokter itu, aku hanya mengangguk aku berpikir apa yang telah dokter itu katakan sampai ibu berubah secepat ini, tapi yang terpenting bagiku adalah ibu bahagia.
Seiring berlalunya waktu dokter itu ternyata menyukai ibu dan ingin memulai hubungan serius, dan ibu pun sepertinya menyambut hangat dokter Ervan, walaupun terkadang aku masih melihat ada keraguan dihatinya. Aku akan bahagia apabila ibu bahagia aku mengatakan pada ibu bahwa membuka lembaran kehidupan baru bukan berarti melupakan ayah, ayah memang tidak tergantikan posisinya di hatiku maupun di hati ibu, aku yakin kenangan lama itu akan tetap hidup dengan membuka hati ibu untuk memulai kenangan yang baru, kemudian ibu mengangguk dan memelukku dan berbisik padaku dengan lembut “terimakasih Merpati”.